Infokito -
Rasulullah bersabda:
مَنْ حَافَظَ عَلَى الصَّلاَةِ مَعَ اْلجَمَاعَةِ أَعْطَاهُ
اللّهُ خَمْسَ خِصَالٍ : لَمْ يُصِبْهُ فَقْرًا أَبَدًا, يُرْفَعُ عَنْهُ عَذَابُ الْقَبْرِِ,
أَمِنَ مِنْ أَهْوَالِ يَومِ الْقِيَامَةِ, يُعْطَى كِتَابُهُ بِيَمِيْنِهِ, يَمُرُّ
عَلَى الصِّرَاطِ كَالْبَرْقِ اْلخَاطِفِ
Barangsiapa yang selalu menjaga shalatnya dengan
berjamaah, maka Allah akan memberinya lima hal: tidak pernah terkena kefakiran
selamanya, dihapuskan siksa kubur darinya, selamat dari kesusahan pada hari
kiamat, diberikan buku catatan amalnya dengan tangan kanan, dan berjalan di
atas titian ‘shirat’ secepat kilat yang menyambar.
Hadits ini cukuplah bagi alasan kita untuk selalu
berjamaah, ke mana atau di manapun kita berada, diusahakan dengan berjamaah.
Dengan berjamaah, di samping kita mendapat pahala jamaah, kita juga mendapatkan
pahala silaturahim dengan tetangga juga credit point untuk diterimanya salat
kita. Imam al-Ghazali dalam kitab Fath al-Mu’in berpendapat bahwa salat sah
bila dilakukan dengan khusyuk. Karena itu khusyu’ menjadi syarat keabsahan
salat bagi imam.
Andai yang dibenarkan Allah terkait dengan hadits yang
menyatakan, “Sesungguhnya Allah tidak melihat wajahmu atau jasadmu, tetapi
Allah melihat hatimu” adalah pendapat Imam al-Ghazali ini, adakah salat kita
yang sah? Berapa banyak salat kita yang sah?
Dalam sebuah komunitas berjamaah, kebutuhan harus khusyu’
bagi masing-masing musholli dapat ditutupi oleh salah satu makmum yang bisa
khusyu’. Bila semua makmum tidak ada yang khusyu’, maka kebutuhan khusyu’ semua
jamaah dicukupi oleh imamnya. Karena tanggung jawab imam yang berat inilah
dalam kitab Kifayah al-Atqiya’ dinyatakan bahwa bila seseorang mengimami orang
yang lebih alim maka dia terlaknati. Seandainya imamnya ternyata juga tidak
mampu menghadirkan kekhusyu’an, maka kebutuhan khusyu’ bagi seluruh jamaah itu
dapat ditutupi oleh fadilah jamaah. Bertolak dari kenyataan ini, dapat kita
nyatakan bahwa orang yang selalu salat berjamaah kemungkinan salatnya diterima
lebih besar dibanding orang yang salat sendiri.
Allah melalui lisan Rasulullah, junjungan kita, sudah
menjamin orang-orang yang selalu menjaga jamaah tidak akan terkena kefakiran
selamanya, baik faqir hati maupun faqir harta. Mereka yang selalu salat
berjamaah diberi kemampuan oleh Allah untuk bersyukur atas nikmat yang
diterima. Mereka yang tidak mampu bersyukur adalah orang yang faqir hatinya.
Sudah memiliki harta cukup, ingin lebih dengan korupsi. Sudah memiliki isteri
yang cantik, masih ingin mencari selingkuhan. Inilah cermin mereka yang faqir
hati. Mereka yang selalu menjalani salat lima waktu secara berjamaah dengan
kekuasaan Allah tidak akan kekurangan meski tidak kaya. Kalaupun tidak ada
harta sedikit pun, maka sewaktu-waktu ada kebutuhan mendesak pasti Allah
memberi solusinya.
Mengapa kita meninggalkan jamaah salat? Mengapa masa
depan kita tidak kita usahakan dan pastikan dengan selalu berjamaah? Melihat
jaminan Allah yang begitu hebat bagi kehidupan dunia dan akhirat, para kyai
sepuh bahkan dalam menganjurkan berjamaah sampai berkata, “Kalau perlu membayar
orang untuk membantu salat kita agar terhitung jamaah!” Berapapun harta yang
kita keluarkan tidak akan sebanding dengan jaminan Allah yang begitu besar dan
bernilai.
Ibn Majah meriwayatkan sebuah hadits:
مَنْ سَمِعَ النِّدَاءَ فَلَمْ يَأْتِ فَلاَ صَلاَةَ لَهُ إِلاَّ
مِنْ عُذْرٍ
Barangsiapa yang mendengar adzan tetapi ia tidak
mendatangi salat (untuk berjamaah) maka ia tidak akan mendapat( kesempurnaan)
salat kecuali jika ia udzur.
سُئِلَ ابْنُ عَبَّاسٍ عَنْ رَجُلٍ يَصُومُ فِى النَّهَارِ وَ
يَقُومُ اللَّيْلَ لاَيَشْهَدُ جُمْعَةً وَلاَ جَمَاعَةً, قَالَ فِى النَّار
Ibn Abbas ditanya tentang seseorang yang selalu berpuasa
pada siang hari dan salat malam tetapi tidak menjalani salat Jumat dan tidak
(pernah) berjamaah. Ibn Abbas berkata, “(Dia akan masuk) ke neraka.”
Semestinya cukuplah hadits Rasulullah dan atsar sahabat
di atas untuk memotivasi agar kita berjamaah bila kita mengaku muslim dan
mukmin. Bila tidak, sepantasnyalah kita bertanya kepada diri kita sendiri
adakah keislaman dan keimanan di dalam hati kita? Pantaskah kita disebut orang
yang mendekat kepada Allah? Sudahkah kita benar-benar berpasrah kepada Allah?
Masing-msing dari kita sendiri yang mampu menjawabnya!
Semoga Allah SWT menguatkan hati kita untuk dapat istiqamah shalat berjamaah. aamiin